Waspada Pelemahan Nilai Tukar Rupiah: Ancaman Ekonomi di Ambang Krisis

68
Waspada Pelemahan Nilai Tukar Rupiah: Ancaman Ekonomi di Ambang Krisis
Waspada Pelemahan Nilai Tukar Rupiah: Ancaman Ekonomi di Ambang Krisis

Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) telah mengalami pelemahan yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir, dengan ancaman mendekati Rp 17.000 per USD. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan ekonom dan pemerhati keuangan, yang mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia untuk bersiap menghadapi dampak yang mungkin timbul.

Telisa Aulia Falianty, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), menegaskan pentingnya tindakan hati-hati dari pihak berwenang. Menurutnya, meskipun penurunan nilai tukar Rupiah tidak akan langsung menyebabkan krisis moneter seperti yang terjadi pada 1997-1998, dampak ekonominya bisa sangat meresahkan bagi masyarakat Indonesia. Falianty menjelaskan bahwa pergerakan nilai tukar saat ini berbeda dari krisis moneter akhir 90-an. Pada masa itu, nilai tukar melambung dari Rp 5.000 ke Rp 17.000. Saat ini, pergerakan terjadi dari sekitar Rp 14.000 menuju Rp 17.000. Krisis besar mungkin hanya akan terjadi jika Rupiah menembus angka Rp 20.000 per USD.

Falianty juga mengingatkan pentingnya menjaga nilai tukar Rupiah agar tidak melampaui ambang psikologis Rp 16.500 per USD. Menurutnya, jika level tersebut terlewati, akan ada risiko akumulasi sentimen negatif di kalangan pelaku pasar yang bisa mempercepat pelemahan hingga Rp 17.000 per USD. “Ada kemungkinan Rupiah akan mencapai Rp 17.000 per USD, dan setelah itu mungkin akan menemukan titik keseimbangan baru,” tambahnya.

Kekhawatiran ini juga disuarakan dalam pertemuan kerja dengan Bank Indonesia pada 24 Juni 2024. Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Eriko Sotarduga, menekankan bahwa tekanan pada nilai tukar Rupiah perlu mendapatkan perhatian serius. Ia berpendapat bahwa evaluasi terhadap situasi ekonomi harus dilakukan lebih sering, mirip dengan rapat mingguan yang dilakukan selama pandemi Covid-19. “Jika saat pandemi kita mengadakan rapat mingguan dengan BI, mungkin ke depan perlu diadakan rapat bulanan,” ungkap Eriko pada 25 Juni 2024.

BERITA HANGAT:  Kodim 0417/Kerinci Gelar Penanaman Padi Serentak di Dua Lokasi

Eriko juga menyoroti pentingnya kesiapan menghadapi kemungkinan skenario nilai tukar yang lebih buruk. “Apa yang akan kita lakukan jika Rupiah mencapai Rp 17.000, Rp 18.000, atau bahkan Rp 20.000 per USD? Tindakan apa yang akan diambil, terutama dalam situasi pemerintahan yang sedang memasuki masa transisi?” tanya Eriko, yang kemudian mengarahkan pertanyaannya kepada Destry Damayanti dan rekan-rekannya di Bank Indonesia.

Dengan berbagai kekhawatiran ini, jelas bahwa pengawasan dan respons terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah menjadi sangat krusial. Pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif dan menjaga stabilitas ekonomi negara.